Secara
etimologis, kata puisi dalam bahasa Yunani berasal dari poesis yang artinya
berati penciptaan. Dalam bahasa Inggris, padanan kata puisi ini adalah poetry
yang erat dengan –poet dan -poem. Mengenai kata poet, Coulter (dalam Tarigan,
1986:4) menjelaskan bahwa kata poet berasal dari Yunani yang berarti membuat
atau mencipta. Dalam bahasa Yunani sendiri, kata poet berarti orang yang
mencipta melalui imajinasinya, orang yang hampir-hampir menyerupai dewa atau
yang amat suka kepada dewa-dewa. Dia adalah orang yang berpenglihatan tajam, orang
suci, yang sekaligus merupakan filsuf, negarawan, guru, orang yang dapat
menebak kebenaran yang tersembunyi.
Shahnon Ahmad (dalam Pradopo, 1993:6) mengumpulkan definisi puisi yang pada umumnya dikemukakan oleh para penyair romantik Inggris sebagai berikut.
(1) Samuel
Taylor Coleridge mengemukakan puisi itu adalah kata-kata yang terindah dalam
susunan terindah. Penyair memilih kata-kata yang setepatnya dan disusun secara
sebaik-baiknya, misalnya seimbang, simetris, antara satu unsur dengan unsur
lain sangat erat berhubungannya, dan sebagainya.
(2)
Carlyle mengatakan bahwa puisi merupakan pemikiran yang bersifat musikal.
Penyair menciptakan puisi itu memikirkan bunyi-bunyi yang merdu seperti musik
dalam puisinya, kata-kata disusun begitu rupa hingga yang menonjol adalah
rangkaian bunyinya yang merdu seperti musik, yaitu dengan mempergunakan
orkestra bunyi.
(3)
Wordsworth mempunyai gagasan bahwa puisi adalah pernyataan perasaan yang
imajinatif, yaitu perasaan yang direkakan atau diangankan. Adapun Auden
mengemukakan bahwa puisi itu lebih merupakan pernyataan perasaan yang
bercampur-baur.
(4)
Dunton berpendapat bahwa sebenarnya puisi itu merupakan pemikiran manusia
secara konkret dan artistik dalam bahasa emosional serta berirama. Misalnya,
dengan kiasan, dengan citra-citra, dan disusun secara artistik (misalnya
selaras, simetris, pemilihan kata-katanya tepat, dan sebagainya), dan bahasanya
penuh perasaan, serta berirama seperti musik (pergantian bunyi kata-katanya
berturu-turut secara teratur).
(5)
Shelley mengemukakan bahwa puisi adalah rekaman detik-detik yang paling indah
dalam hidup. Misalnya saja peristiwa-peristiwa yang sangat mengesankan dan
menimbulkan keharuan yang kuat seperti kebahagiaan, kegembiraan yang memuncak,
percintaan, bahkan kesedihan karena kematian orang yang sangat dicintai.
Semuanya merupakan detik-detik yang paling indah untuk direkam.
Dari
definisi-definisi di atas memang seolah terdapat perbedaan pemikiran, namun
tetap terdapat benang merah. Shahnon Ahmad (dalam Pradopo, 1993:7) menyimpulkan
bahwa pengertian puisi di atas terdapat garis-garis besar tentang puisi itu
sebenarnya. Unsur-unsur itu berupa emosi, imajinas, pemikiran, ide, nada,
irama, kesan pancaindera, susunan kata, kata kiasan, kepadatan, dan perasaan
yang bercampur-baur.
B. Unsur-Unsur Puisi
Secara
sederhana, batang tubuh puisi terbentuk dari beberapa unsur, yaitu kata, larik
, bait, bunyi, dan makna. Kelima unsur ini saling mempengaruhi keutuhan sebuah
puisi. Secara singkat bisa diuraikan sebagai berikut.
Kata
adalah unsur utama terbentuknya sebuah puisi. Pemilihan kata (diksi) yang tepat
sangat menentukan kesatuan dan keutuhan unsur-unsur yang lain. Kata-kata yang
dipilih diformulasi menjadi sebuah larik.
Larik
(atau baris) mempunyai pengertian berbeda dengan kalimat dalam prosa. Larik
bisa berupa satu kata saja, bisa frase, bisa pula seperti sebuah kalimat. Pada
puisi lama, jumlah kata dalam sebuah larik biasanya empat buat, tapi pada puisi
baru tak ada batasan.
Bait
merupakan kumpulan larik yang tersusun harmonis. Pada bait inilah biasanya ada
kesatuan makna. Pada puisi lama, jumlah larik dalam sebuah bait biasanya empat
buah, tetapi pada puisi baru tidak dibatasi.
Bunyi
dibentuk oleh rima dan irama. Rima (persajakan) adalah bunyi-bunyi yang
ditimbulkan oleh huruf atau kata-kata dalam larik dan bait. Sedangkan irama
(ritme) adalah pergantian tinggi rendah, panjang pendek, dan keras lembut
ucapan bunyi. Timbulnya irama disebabkan oleh perulangan bunyi secara
berturut-turut dan bervariasi (misalnya karena adanya rima, perulangan kata,
perulangan bait), tekanan-tekanan kata yang bergantian keras lemahnya (karena
sifat-sifat konsonan dan vokal), atau panjang pendek kata. Dari sini dapat
dipahami bahwa rima adalah salah satu unsur pembentuk irama, namun irama tidak
hanya dibentuk oleh rima. Baik rima maupun irama inilah yang menciptakan efek
musikalisasi pada puisi, yang membuat puisi menjadi indah dan enak didengar
meskipun tanpa dilagukan.
Makna
adalah unsur tujuan dari pemilihan kata, pembentukan larik dan bait. Makna bisa
menjadi isi dan pesan dari puisi tersebut. Melalui makna inilah misi penulis
puisi disampaikan.
Adapun
secara lebih detail, unsur-unsur puisi bisa dibedakan menjadi dua struktur,
yaitu struktur batin dan struktur fisik.
Struktur batin puisi,
atau sering pula disebut sebagai hakikat puisi, meliputi hal-hal sebagai
berikut.
(1) Tema/makna (sense); media
puisi adalah bahasa. Tataran bahasa adalah hubungan tanda dengan makna, maka
puisi harus bermakna, baik makna tiap kata, baris, bait, maupun makna keseluruhan.
(2) Rasa (feeling), yaitu
sikap penyair terhadap pokok permasalahan yang terdapat dalam puisinya.
Pengungkapan tema dan rasa erat kaitannya dengan latar belakang sosial dan
psikologi penyair, misalnya latar belakang pendidikan, agama, jenis kelamin, kelas
sosial, kedudukan dalam masyarakat, usia, pengalaman sosiologis dan psikologis,
dan pengetahuan. Kedalaman pengungkapan tema dan ketepatan dalam menyikapi
suatu masalah tidak bergantung pada kemampuan penyairmemilih kata-kata, rima,
gaya bahasa, dan bentuk puisi saja, tetapi lebih banyak bergantung pada
wawasan, pengetahuan, pengalaman, dan kepribadian yang terbentuk oleh latar
belakang sosiologis dan psikologisnya.
(3) Nada (tone), yaitu sikap
penyair terhadap pembacanya. Nada juga berhubungan dengan tema dan rasa.
Penyair dapat menyampaikan tema dengan nada menggurui, mendikte, bekerja sama
dengan pembaca untuk memecahkan masalah, menyerahkan masalah begitu saja kepada
pembaca, dengan nada sombong, menganggap bodoh dan rendah pembaca, dll.
(4) Amanat/tujuan/maksud
(itention); sadar maupun tidak, ada tujuan yang mendorong penyair menciptakan
puisi. Tujuan tersebut bisa dicari sebelum penyair menciptakan puisi,
maupun dapat ditemui dalam puisinya.
Sedangkan
struktur fisik puisi, atau terkadang disebut pula metode puisi, adalah
sarana-sarana yang digunakan oleh penyair untuk mengungkapkan hakikat puisi.
Struktur fisik puisi meliputi hal-hal sebagai berikut.
(1) Perwajahan puisi (tipografi), yaitu bentuk puisi
seperti halaman yang tidak dipenuhi kata-kata, tepi kanan-kiri, pengaturan
barisnya, hingga baris puisi yang tidak selalu dimulai dengan huruf kapital dan
diakhiri dengan tanda titik. Hal-hal tersebut sangat menentukan pemaknaan
terhadap puisi.
(2) Diksi, yaitu pemilihan kata-kata yang dilakukan oleh
penyair dalam puisinya. Karena puisi adalah bentuk karya sastra yang sedikit
kata-kata dapat mengungkapkan banyak hal, maka kata-katanya harus dipilih
secermat mungkin. Pemilihan kata-kata dalam puisi erat kaitannya dengan makna,
keselarasan bunyi, dan urutan kata.
(3) Imaji, yaitu kata atau susunan kata-kata yang dapat
mengungkapkan pengalaman indrawi, seperti penglihatan, pendengaran, dan
perasaan. Imaji dapat dibagi menjadi tiga, yaitu imaji suara (auditif), imaji
penglihatan (visual), dan imaji raba atau sentuh (imaji taktil). Imaji dapat
mengakibatkan pembaca seakan-akan melihat, mendengar, dan merasakan seperti apa
yang dialami penyair.
(4) Kata kongkret, yaitu kata yang dapat ditangkap dengan
indera yang memungkinkan munculnya imaji. Kata-kata ini berhubungan dengan
kiasan atau lambang. Misal kata kongkret “salju: melambangkan kebekuan cinta,
kehampaan hidup, dll, sedangkan kata kongkret “rawa-rawa” dapat melambangkan
tempat kotor, tempat hidup, bumi, kehidupan, dll.
(5) Bahasa figuratif, yaitu bahasa berkias yang dapat
menghidupkan/meningkatkan efek dan menimbulkan konotasi tertentu (Soedjito,
1986:128). Bahasa figuratif menyebabkan puisi menjadi prismatis, artinya
memancarkan banyak makna atau kaya akan makna (Waluyo, 1987:83). Bahasa figuratif
disebut juga majas. Adapaun macam-amcam majas antara lain metafora, simile,
personifikasi, litotes, ironi, sinekdoke, eufemisme, repetisi, anafora,
pleonasme, antitesis, alusio, klimaks, antiklimaks, satire, pars pro toto, totem
pro parte, hingga paradoks.
(6) Versifikasi, yaitu menyangkut rima, ritme, dan
metrum. Rima adalah persamaan bunyi pada puisi, baik di awal, tengah, dan akhir
baris puisi. Rima mencakup (1) onomatope (tiruan terhadap bunyi, misal /ng/
yang memberikan efek magis pada puisi Sutadji C.B.), (2) bentuk intern pola
bunyi (aliterasi, asonansi, persamaan akhir, persamaan awal, sajak berselang,
sajak berparuh, sajak penuh, repetisi bunyi [kata], dan sebagainya [Waluyo,
187:92]), dan (3) pengulangan kata/ungkapan. Ritma adalah tinggi rendah,
panjang pendek, keras lemahnya bunyi. Ritma sangat menonjol dalam pembacaan
puisi.
C.
Ragam
Dan Jenis Puisi
1) Berdasarkan
Zaman
Menurut zamannya, puisi dibedakan atas puisi lama dan puisi
baru.
PUISI LAMA
Ciri-ciri puisi lama:
- Merupakan puisi rakyat yang tak
dikenal nama pengarangnya.
- Disampaikan lewat mulut ke
mulut, jadi merupakan sastra lisan.
- Sangat terikat oleh
aturan-aturan seperti jumlah baris tiap bait, jumlah suku kata maupun
rima.
Yang termasuk puisi lama adalah:
- Mantra adalah ucapan-ucapan yang dianggap
memiliki kekuatan gaib.
- Pantun adalah puisi yang bercirikan
bersajak a-b-a-b, tiap bait 4 baris, tiap baris terdiri dari 8-12 suku
kata, 2 baris awal sebagai sampiran, 2 baris berikutnya sebagai isi.
Pembagian pantun menurut isinya terdiri dari pantun anak, muda-mudi,
agama/nasihat, teka-teki, jenaka.
- Karmina adalah pantun kilat seperti
pantun tetapi pendek.
- Seloka adalah pantun berkait.
- Gurindam adalah puisi yang berdirikan
tiap bait 2 baris, bersajak a-a-a-a, berisi nasihat.
- Syair adalah puisi yang bersumber
dari Arab dengan ciri tiap bait 4 baris, bersajak a-a-a-a, berisi nasihat
atau cerita.
- Talibun adalah pantun genap yang tiap
bait terdiri dari 6, 8, ataupun 10 baris.
PUISI
BARU
Puisi baru bentuknya lebih bebas
daripada puisi lama, baik dalam segi jumlah baris, suku kata, maupun rima.
Menurut isinya, puisi baru dibedakan atas:
- Balada adalah puisi berisi
kisah/cerita.
- Himne adalah puisi pujaan untuk
Tuhan, tanah air, atau pahlawan.
- Ode adalah puisi sanjungan untuk
orang yang berjasa.
- Epigram adalah puisi yang berisi
tuntunan/ajaran hidup.
- Romance adalah puisi yang berisi
luapan perasaan cinta kasih.
- Elegi adalah puisi yang berisi ratap
tangis/kesedihan.
- Satire adalah puisi yang berisi
sindiran/kritik.
2) Berdasarkan
Sudut Pandang Penulis
Ada bermacam-macam jenis puisi yang ditulis para
penyair Indonesia. Karya sastra tidak bersifat otonom. Dalam memahami makna
karya sastra, kita mengacu pada beberapa hal yang erat hubungannya dengan puisi
tersebut. Dalam pemahaman puisi, hal yang dipandang erat hubungannya adalah
jenis puisi itu sendiri dan sudut pandang penyair. Sebenarnya ada banyak sekali
macam-macam puisi, dan bagaimana penyair dalam menyampaikan inspirasinya, serta
bagaimana menafsirkan makna puisi dengan mudah. Sehingga mudah
mengklasifikasikan, termasuk jenis puisi apakah yang kita ciptakan.
W.H Hudson menyatakan adanya puisi sebyektif dan
puisi obyektif (1959:96). Cleanth Brooks menyebut adanya puisi naratif dan
puisi deskriptif (1979:335-356). David Daiches menyebut adanya puisi fisik,
platonic, dan metafisik (1948:145). X.J. Kennedy menyebut adanya puisi konkret
dan balada (1071:116-226). Dalam kumpulan puisi Rendra, kita mengenal
judul-judul: balada, romansa, stanza, serenada, dan sebagainya. Ada juga
parable atau alegori. Sedangkan istilah ode, himne, puisi kamar, dan puisi
auditorium juga sering kita jumpai.
1. Puisi
Naratif, Lirik, dan Deskriptif
Klasifikasi puisi ini berdasarkan cara penyair
mengungkapkan isi atau gagasan yang hendak disampaikan.
a. Puisi
Narataif
Puisi naratif mengungkapkan cerita atau penjelasan
penyair. Ada puisi naratif yang sederhana, ada yang sugestif, dan ada yang
kompleks. Puisi-puisi naratif, misalnya: epik, romansa, balada, dan syair.
Balada adalah puisi yang bercerita tentang
orang-orang perkasa, tokoh pujaan, atau orang-orang yang menjadi pusat
perhatian. Rendra banyak sekali menulis balada tentang orang-orang tersisih,
yang oleh penyairnya disebut "Orang-orang Tercinta". Kumpulan
baladanya yaitu, Balada Orang-orang Tercinta dan Blues Untuk Bonnie.
Romansa adalah jenis puisi cerita yang menggunakan
bahasa romantic berisi kisah percintaan yang berhubungan dengan ksatria, dengan
diselingi perkelahian dan petualangan yang menambah percintaan mereka lebih
mempesonakan. Rendra juga banyak menulis romansa. Salah satu bagian dalam
"Empat Kumpulan Sajak"nya berjudul "Romansa" dan berisi
jenis puisi romansa, yakni kisah percintaan sebelum Rendra menikah. Kirdjomuljo
menulis romansa yang berisi kisah petualangan dengan judul “Romance
Perjalanan". Kisah cinta ini dapat huga berarti cinta tanah kelahiran
seperti puisi-puisi Ramadhan K.H. Priangan “Si Jelita”. Priode 1953-1961 banyak
ditulis jenis romansa ini.
b. Puisi
Lirik
Dalam puisi lirik penyair mengungkapkan aku lirik
atau gagasan pribadinya. Ia tidak bercerita. Jenis puisi lirik misalnya: elegi,
ode, dan serenada.
Elegi adalah Puisi yang mengungkapkan perasaan duka.
Misalnya "Elegi Jakarta" karya Asrul Sani yang mengungkapkan perasaan
duka penyair di kota Jakarta.
Serenada adalah Sajak percintaan yang bisa
dinyanyikan. Kata serenada berarti nyanyian yang tepat dinyanyikan pada waktu
senja. Rendra banyak menciptakan serenada dalam 'Empat Kumpulan Sajak'.
Misalnya Serenada hitam, Serenada Biru, serenade Merah Jambu, serenade ungu,
Serenada Kelabu, dan sebagainya. Warna-warna dibelakang serenada itu
melambangkan sifat nyanyian cinta itu, ada yang bahagia, sedih, kecewa, dan
seterusnya.
Ode adalah Puisi yang berisi pujaan terhadap
seseorang, sesuatu hal, sesuatu keadaan. Yang banyak ditulis adalah pemujaan
terhadap tokoh-tokoh yang dikagumi. “Teratai” Sanusi Pane, “Diponegoro” Chairil
Anwar, dan “Ode Buat Proklamator” Leon Agusta merupakan contoh ode yang bagus.
c. Puisi
Deskriptif.
Didepan telah dinyatakan bahwa dalam puisi
deskriptif, penyair bertindak sebagai pemberi kesan terhadap keadaan /
peristiwa, benda, atau suasana dipandang menarik perhatian penyair. Jenis puisi
yang dapat diklasifikasikan dalam puisi deskriptif, misalnya puisi satire,
kritik sosial, dan puisi-puisi impresionitik.
Satire adalah Puisi yang mengungkapkan perasaan tidak
puas penyair terhadap suatu keadaan, namun dengan cara menyindir atau menyatakan
keadaan sebaliknya.
Kritik Sosial adalah Puisi yang juga menyatakan
ketidak senangan terhadap keadaan tau terhadap diri seseorang, namun dengan
cara membeberkan kepincangan atau ketidak beresan keadaan / orang tersebut.
Impresionistik adalah Puisi yang mengungkapkan kesan
(impresi) penyair terhadap suatu hal.
2. Puisi
Kamar dan Puisi Auditorium
Istilah puisi kamar dan puisi auditorium juga kita
jumpai dalam buku kumpulan puisi ‘Hukla’ karya Leon Agusta. Puisi-puisi
auditorium disebut juga puisi Hukla (puisi yang mementingkan suara atau
serangakaian suara).
Puisi Kamar ialah Puisi yang cocok dibaca sendirian atau dengan satu atau dua pendengar saja di dalam kamar.
Puisi Kamar ialah Puisi yang cocok dibaca sendirian atau dengan satu atau dua pendengar saja di dalam kamar.
Puisi Auditorium adalah Puisi yang cocok dibaca di
auditorium, di mimbar yang jumlah pendengarnya dapat ratusan orang.
Sajak-sajak Leon Agusta banyak yang dimaksudkan
untuk sajak auditorium. Puisi-puisi Rendra kebanyakan adalah puisi auditorium
yang baru memperlihatkan keindahannya setelah suaranya terdengar lewat
pembacaan yang keras. Puisi auditorium disebut juga puisi oral karena cocok
untuk dioralkan.
3. Puisi
Fisikal, Platonik, dan Metafisikal
Pembagian puisi oleh David Daiches ini berdasarkan
sifat dari isi yang dikemukakan dalam puisi itu.
Puisi Fisikal adalah Puisi bersifat realistis,
artinya menggambarkan kenyataan apa adanya. Yang dilukiskan adalah kenyataan
dan bukan gagasan. Hal-hal yang didengar, dilihat, atau dirasakan merupakan
obyek ciptaannya. Puisi-puisi naratif, balada, impresionistis, juga puisi
dramatis biasanya merupakan puisi fisikal.
Puisi Platonik adalah Puisi yang sepenuhnya berisi
hal-hal yang bersifat spiritual atau kejiwaan. Dapat dibandingkan dengan
istilah 'Cinta Platonis' yang berarti cinta tanpa nafsu jasmaniah. Puisi-puisi
ide atau cita-cita, religius, ungkapan cinta luhur seorang kekasih atau orang
tua kepada anaknya dapat dimasukkan ke dalam klasifikasi puisi platonik.
Puisi Metafisikal adalah Puisi yang bersifat
filosofis dan mengajak pembaca merenungkan kehidupan dan merenungkan Tuhan.
Puisi religius disatu pihak dapat dinyatakan puisi platonic (menggambarkan ide
atau gagasan penyair), dilain pihak dapat disebut sebagai puisi metafisik
(menagjak pembaca merenungkan hidup, kehidupan, dan Tuhan), karya-karya mistik
Hamzah Fansuri seperti Syair Dagang, Syair Perahu, dan Syair Si Burung Pingai
dapat dipandang sebagai puisi metafisikal. Kasidah-kasidah “Al-Barzanji” karya
Ja'far Al-Barzanji dan tasawuf karya Jalaludin Rumi dapat diklasifikasikan sebagai
puisi metafisikal.
4. Puisi
Subyektif dan Puisi Obyektif
Puisi Subyektif disebut juga Puisi Personal, yakni
puisi yang mengungkapkan gagasan, pikiran, perasaan, dan suasana dalam diri
penyair sendiri. Puisi-puisi yang ditulis kaum ekspresionis dapat diklasifikasikan
sebagai puisi subyektif, karena mengungkapkan keadaan jiwa penyair sendiri.
Demikian pula puisi lirik dimana aku lirik bicara kepada pembaca.
Puisi Obyektif berarti Puisi yang mengungkapkan
hal-hal diluar diri penyair itu sendiri. Puisi obyektif disebut juga puisi
impersonal. Puisi naratif dan deskriptif kebanyakan adalah puisi obyektif,
meskipun juga ada beberapa yang subyektif.
5. Puisi
Konkret
Puisi konkret sangat terkenal dalam dunia perpuisian
Indonesia sejak tahun 1770-an. X.J.Kennedy memberikan nama jenis puisi tertentu
dengan nama puisi konkret, yakni puisi yang bersifat visual, yang dapat
dihayati keindahan bentuk dari sudut pandang (poem for the eye). Kita mengenal
adanya bentuk grafis dari puisi, kaligrafi, ideogramatik, atau puisi-puisi
Sutardji Calzoum Bachri yang menunjukkan pengimajian lewat bentuk grafis. Dalam
puisi konkret ini, tanda baca dan huruf-huruf sangat potensial membentuk
gambar. Gambar wujud fisik yang 'kasat mata' lebih dipentingkan dari pada makna
yang ingin disampaikan.
6. Puisi
Diafan, Gelap, dan Prismatis.
Puisi Diafan atau puisi polos adalah puisi yang
kurang sekali menggunakan pengimajian, kata konkret dan bahasa figurative,
sehingga puisinya mirip dengan bahasa sehari-hari. Puisi yang demikian akan
sangat muda dihayati maknanya. Puisi-puisi anak-anak atau puisi karya mereka
yang baru belajar menulis puisi dapat diklasifikasikan puisi diafan. Mereka
belum mampu mengharmoniskan bentuk fisik untuk mengungkapkan makna. Dengan
demikian penyair tersebut tidak memiliki kepekaan yang tepat dalam takarannya
untuk lambang, kiasan, majas, dan sebagainya. Jika puisi terlalu banyak majas,
maka puisi itu menjadi gelap dan sukar ditafsirkan. Sebaliknya jika puisi itu
kering akan majas dan versifikasi, maka itu akan menjadi puisi yang bersifat
prosaic dan terlalu cerlang sehingga diklasifikasikan sebagai puisi diafan.
Dalam puisi prismatis penyair mampu menyelaraskan
kemampuan menciptakan majas, versifikasi, diksi, dan pengimajian sedemikian
rupa sehingga pembaca tidak terlalu mudah menafsirkan makna puisinya, namun
tidak terlalu gelap. Pembaca tetap dapat menelusuri makna puisi itu. Namun
makna itu bagaikan sinar yang keluar dari prisma. Ada bermacam-macam makna yang
muncul karena memang bahasa puisi bersifat multi interpretable. Puisi prismatis
kaya akan makna, namun tidak gelap. Makna yang aneka ragam itu dapat ditelusuri
pembaca. Jika pembaca mempunyai latar belakang pengetahuan tentang penyair dan
kenyataan sejarah, maka pembaca akan lebih cepat dan tepat menafsirkan makna
puisi tersebut.
Penyair-penyair seperti Amir Hamzah dan Chairil Anwar dapat menciptakan puisi-puisi prismatis. Namun belum tentu semua puisi yang dihasilkan bersifat prismatis. Hanya dalam suasana mood seorang penyair besar mampu menciptakan puisi prismatis. Jika puisi itu diciptakan tanpa kekuatan pengucapan, maka niscaya tidak akan dapat dihasilkan puisi prismatis. Puisi-puisi dari orang yang baru belajar menjadi penyair biasanya adalah puisi diafan. Namun kadang-kadang juga kita jumpai puisi gelap.
Penyair-penyair seperti Amir Hamzah dan Chairil Anwar dapat menciptakan puisi-puisi prismatis. Namun belum tentu semua puisi yang dihasilkan bersifat prismatis. Hanya dalam suasana mood seorang penyair besar mampu menciptakan puisi prismatis. Jika puisi itu diciptakan tanpa kekuatan pengucapan, maka niscaya tidak akan dapat dihasilkan puisi prismatis. Puisi-puisi dari orang yang baru belajar menjadi penyair biasanya adalah puisi diafan. Namun kadang-kadang juga kita jumpai puisi gelap.
7. Puisi
Pernasian, dan Puisi Inspirati.
Pernasian adalah sekelompok penyair Prancis pada
pertengahan akhir abad 19 yang menunjukkan sifat puisi-puisi yang mengandung
nilai keilmuan. Puisi pernasian diciptakan dengan pertimbangan ilmu atau
pengetahuan dan bukan didasari oleh inspirasi karena adanya mood dalam jiwa
penyair. Puisi-puisi yang ditulis oleh ilmuwan yang kebetulan mampu menulis
puisi, kebanyakan adalah puisi pernasian. Puisi-puisi Rendra dalam “Potret
Pembangunan” dalam puisi yang banyak berlatar belakang teori ekonomi dan
sosiologi dapat diklasifikasikan sebagai puisi pernasian. Demikian juga
puisi-puisi Dr. Ir. Jujun S. Suriasumantri yang sarat dengan pertimbangan
keilmuan.
Puisi Inspiratif diciptakan berdasarkan mood atau
passion. Penyair benar-benar masuk ke dalam suasana yang hendak dilukiskan.
Suasana batin penyair benar-benar terlibat kedalam puisi itu. Dengan mood,
puisi yang diciptakan akan memiliki tenaga gaib, sekali baca habis. Pembaca
memerlukan waktu cukup untuk menafsirkan puisi prosaic seperti karya
penyair-penyair tahun 1970-an.
8. Stansa
Jenis puisi yang bernama stanza kita jumpai dalam
Empat Kumpulan Sajak karya Rendra. Stanza artinya puisi yang tediri atas 8
baris. Stanza berbeda dengan oktaf karena oktaf dapat terdiri atas 16 atau 24
baris. Aturan pembarisan dalam oktaf adalah 8 baris untuk tiap bait, sedangkan
dalam setanza seluruh puisi itu hanya terdiri atas 8 baris.
9. Puisi
Demonstrasi dan Pamflet
Puisi demonstrasi menyaran pada puisi-puisi Taufiq
Ismail dan mereka yang oleh Jassin disebut angkatan 66. puisi ini melukiskan
dan merupakan hasil refleksi demonstrasi para maha siswa dan pelajar sekitar
tahun 1966. Menurut subagio Sastrowardoyo, puisi-puisi demonstrasi 1966
bersifat ke-kita-an, artinya melukiskan perasaan kelompok, bukan perasaan individu.
Puisi-puisi mereka adalah endapan dari pengalaman fisik, mental, dan emosional
selama penyair terlibat dalam demonstrasi 1966. gaya paradoks dan ironi banyak
kita jumpai. Sementara itu, kata-kata yang membakar semangat kelompok banyak
dipergunakan, seperti kebenaran, kamanusiaan, tirani, kebatilan, dan
sebagainya.
Seperti halnya puisi pamflet, puisi-puisi
demonstrasi merupakan ungkapan sepihak, sehingga kebenaran sulit ditrima secara
obyektif. Pihak yang dibela diberikan tempat dan kedudukan yang terhormat dan
serba benar, sedang pihak yang dikritik dilukiskan berada dalam posisi yang
kurang simpatik.
Puisi pamflet juga mengungkapkan protes social.
Disebut puisi pamflet karena bahasanya adalah bahasa pamflet. Kata-katanya
mengungkapkan rasa tidak puaas kepada keadaan. Munculnya kata-kata yang berisi
protes secara spontan tanpa proses pemikiran atau perenungan yang mendalam.
Istilah-istilah gagah membela kelompoknya disertai dengan istilah tidak
simpatik yang memojokkan pihak yang dikritik. Seperti halnya puisi demonstrasi,
bahasa pusi pamflet juga bersifat prosaic.
Rendra adalah tokoh puisi pamflet. Didepan telah
diberikan salah satu contoh puisi pamflet Rendra yang berjudul "Sajak
Burung Kondor". Kata-kata cukong, dan kondom dinyatakan bersam dengan kata-kata
penderitaan, kelaparan, dan kesengsaraan rakyat kecil yang dibela. Dalam
pusi-puisi pamflet banyak kita jumpai kata-kata tabu yang diungkapkan penyair
untuk menunjukkan kedongkolan hati penyair kepada pihak yang dikritik atau
terhadap keadaan yang tidak memuaskan dirinya.
Puisi pamflet Rendra kehilangan makna konotatif,
suatu kehebatan Rendra dalam menciptakan puisi pada tahun 50-an. Kata-kata
kasar, ungkapan-ungkapan langsung ke sasaran, dan hiperbola yang bertujuan
memojokkan pihak yang dikritik banyak kita jumpai dalam puisi-puisi pamflet
Rendra. Puisi-puisi pamflet Rendra ini mengingatkan kita akan puisi-puisi
Jerman pada awal industrialisasi di sana. Puisi-puisi pamflet Rendra kebetulan
merupakan reaksi terhadap industrialisasi yang berkembang pesat sekitar tahun
1974 (seperti halnya puisi pamflet Jerman
10. Alegori
Puisi sering-sering mengungkapakan cerita yang
isinya dimaksudkan untuk memberikan nasihat tentang budi pekerti dan agama.
Jenis alegori yang terkenal adalah parable yang juga disebut dongeng
perumpamaan. Dalam kitab suci banyak kita jumpai dongeng-dongeng perumpamaan
yang maknanya dapat kita cari dibalik yang tersurat. Puisi "Teratai"
karya Sanusi Pane boleh dikatakn sebagai puisi alegori, karena kisah bunga
teratai itu digunakan untuk mengisahkan tokoh pendidikan. Kisah tokoh
pendidikan yang dilukiskan sebagai teratai itu digunakan untuk memberi nasihat
kepada generasi muda agar mencontoh teladan 'teratai' itu. Cerita berbingkai
seperti Panca Tantra, 1001 Malam, Bayan Budiman dan Hikayat Bachtiar juga dapat
diklasifikasikan sebagai parable.
D.
Teknik Pembuatan
Puisi
Sampai
saat ini, barangkali berjuta puisi telah dituliskan, baik yang dipublikasikan
di buku, di koran, di internet, maupun yang masih tetap mengendap di tangan
penulis atau bahkan sudah hilang, entah ke mana rimbanya.
Berbagai
ragam tema bahasan juga pernah diungkapkan lewat puisi, mulai dari kehidupan
sehari-hari, budaya, sains, politik dan tentu saja tentang cinta yang banyak
sekali ditemukan, khususnya puisi yang dituliskan oleh kaum remaja.
Tentu,
puisi-puisi ini dilahirkan dari berbagai macam proses kelahiran. Sebenarnya,
jika dicermati, menurut pengalaman, puisi itu merupakan ungkapan kata bermakna
yang dihasilkan dari berbagai macam proses kelahiran masing-masing.
Proses kelahiran ini
ada beberapa tahap, antara lain :
1.
TAHAP MENGUNGKAPKAN FAKTA DIRI
Puisi
pada tahap ini, biasanya lahir berdasarkan observasi pada sekitar diri sendiri,
terutama pada faktor fisik. Misalnya pada saat berkaca.
2.
TAHAP MENGUNGKAPKAN RASA DIRI
Pada
tahap ini akan lahir puisi yang mampu mengungkapkan rasa atau perasaan diri
sendiri atas obyek yang bersinggungan atau berinteraksi. Perasaan yang
terungkap bisa berupa sedih, senang, benci, cinta, patah hati, dan lain-lain,
misalnya tatkala melihat meja, akan bisa lahir sebuah puisi
3.
TAHAP MENGUNGKAPKAN FAKTA OBYEK LAIN
Pada
tahap ini puisi dilahirkan berdasarkan fakta-fakta di luar diri dan dituliskan
begitu saja apa adanya, tanpa tambahan kata bersayap atau metafora, misalnya
tatkala melihat meja, kemudian muncul gagasan untuk menulis puisi.
4.
TAHAP MENGUNGKAPKAN RASA OBYEK LAIN
Pada
tahap ini penulis puisi mencoba berusaha mengungkapkan perasaan suatu obyek,
baik perasaan orang lain maupun benda-benda di sekitarnya yang seolah-olah
menjelma menjadi manusia. Misalnya tatkala melihat orang muda bersandar di
bawah pohon rindang, dapat sebuah terlahir puisi.
5.
TAHAP MENGUNGKAPKAN KEHADIRAN YANG BELUM
HADIR
Pada
tahap ini puisi sudah merupakan hasil kristalisasi yang sangat mendalam atas
segala fakta, rasa dan analisa menuju jangkauan yang bersifat lintas ruang dan
waktu, menuju kejadian di masa depan. Mengungkapkan Kehadiran yang belum hadir
artinya melalui media puisi, puisi dipandang mampu untuk menyampaikan gagasan
dalam menghadirkan yang belum hadir, yaitu sesuatu hal yang pengungkapannya
hanya bisa melalui puisi, tidak dengan yang lain. Misalnya cita-cita anak
manusia, budaya dan gaya hidup masyarakat di masa depan, dan lain-lain. Salah
satu contoh yang menarik adalah lahirnya puisi paling tegas dari para pemuda Indonesia,
tanggal 28 Oktober 1928 di Jakarta, atas prakarsa Perhimpunan Pelajar-Pelajar
Indonesia (PPPI), dalam Sumpah Pemuda.
Saat
Sumpah pemuda yang berbentuk puisi ini diikrarkan, bangsa Indonesia masih
tersekat-sekat dalam kebanggaan masing-masing suku, ras dan bahasa serta masih
dijajah oleh kolonial Belanda. Melalui Puisi Sumpah Pemuda, lambat laun terjadi
pencerahan pada seluruh komponen bangsa akan pentingnya persatuan, sehingga
jiwa persatuan itu sanggup dihadirkan di dalam setiap individu bangsa Indonesia,
meskipun kemerdekaan dan persatuan belum terwujud. Dan menunggu sampai dengan
di raihnya kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945.
E. Teknik Pembacaan Puisi
Bagaimana kita
membaca puisi dengan baik dan sampai sasaran/tujuan makna dari puisi yang kita
baca sesuai maksud Sang Penyair? Ada beberapa tahapan yang harus di perhatikan
oleh sang pembaca puisi, antara lain:
Interpretasi (penafsiran/pemahaman makna puisi)
Dalam
proses ini diperlukan ketajaman visi dan emosi dalam menafsirkan dan membedah
isi puisi. Memahami isi puisi adalah upaya awal yang harus dilakukan oleh
pembaca puisi, untuk mengungkap makna yang tersimpan dan tersirat dari untaian
kata yang tersurat.
Vocal
Artikulasi
Pengucapan kata yang utuh dan jelas, bahkan di setiap hurufnya.
Pengucapan kata yang utuh dan jelas, bahkan di setiap hurufnya.
Diksi
Pengucapan kata demi kata dengan tekanan yang bervariasi dan rasa.
Pengucapan kata demi kata dengan tekanan yang bervariasi dan rasa.
Tempo
Cepat lambatnya pengucapan (suara). Kita harus pandai mengatur dan menyesuaikan dengan kekuatan nafas. Di mana harus ada jeda, di mana kita harus menyambung atau mencuri nafas.
Cepat lambatnya pengucapan (suara). Kita harus pandai mengatur dan menyesuaikan dengan kekuatan nafas. Di mana harus ada jeda, di mana kita harus menyambung atau mencuri nafas.
Dinamika
Lemah kerasnya suara (setidaknya harus sampai pada penonton, terutama pada saat lomba membaca puisi). Kita ciptakan suatu dinamika yang prima dengan mengatur rima dan irama, naik turunnya volume dan keras lembutnya diksi, dan yang penting menjaga harmoni di saat naik turunnya nada suara.
Lemah kerasnya suara (setidaknya harus sampai pada penonton, terutama pada saat lomba membaca puisi). Kita ciptakan suatu dinamika yang prima dengan mengatur rima dan irama, naik turunnya volume dan keras lembutnya diksi, dan yang penting menjaga harmoni di saat naik turunnya nada suara.
Modulasi
Mengubah (perubahan) suara dalam membaca puisi.
Mengubah (perubahan) suara dalam membaca puisi.
Intonasi
Tekanan dan laju kalimat.
Tekanan dan laju kalimat.
Jeda
Pemenggalan sebuah kalimat dalam puisi.
Pemenggalan sebuah kalimat dalam puisi.
Pernafasan.
Biasanya, dalam membaca puisi yang digunakan adalah pernafasan perut.
Biasanya, dalam membaca puisi yang digunakan adalah pernafasan perut.
Penampilan
Salah satu factor
keberhasilan seseorang membaca puisi adalah kepribadian atau performance diatas
pentas. Usahakan terkesan tenang, tak gelisah, tak gugup, berwibawa dan
meyakinkan (tidak demam panggung).
Gerak
Gerakan seseorang membaca puisi harus dapat mendukung isi dari puisi yang dibaca. Gerak tubuh atau tangan jangan sampai klise.
Gerakan seseorang membaca puisi harus dapat mendukung isi dari puisi yang dibaca. Gerak tubuh atau tangan jangan sampai klise.
Komunikasi
Pada saat kita membaca puisi harus bias memberikan sentuhan, bahkan menggetarkan perasaan dan jiwa penonton.
Pada saat kita membaca puisi harus bias memberikan sentuhan, bahkan menggetarkan perasaan dan jiwa penonton.
Ekspresi
Tampakkan hasil pemahaman, penghayatan dan segala aspek di atas dengan ekspresi yang pas dan wajar.
Tampakkan hasil pemahaman, penghayatan dan segala aspek di atas dengan ekspresi yang pas dan wajar.
Konsentrasi
Pemusatan pikiran terhadap isi puisi yang akan kita baca.
Pemusatan pikiran terhadap isi puisi yang akan kita baca.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar